LAS, Pendampingan, dan Distribusi Buku Anak, Cara SDN 008 Binai Menghadapi Pandemi COVID-19

  • Bagikan

Oleh Pranika Dian Dini

Diterbitkan pertama kali oleh https://www.inovasi.or.id

Cerita ini sederhana, tapi sangat bermakna bagi saya. Tiga bulan lalu, siswa saya bernama Mifta, tidak mampu membaca. Ia memulai pendidikan di kelas 1,  tanpa mampu mengenali 19 huruf. Saya sempat ragu, apakah lembar aktivitas siswa (LAS) yang saya buat, bisa membantu Mifta cepat membaca. Apalagi ini masa pandemi COVID-19. Mifta tidak bisa datang ke sekolah. Di rumah, Mifta juga tidak punya pendamping belajar. Ayahnya berkeliling desa menjual bakso dari pagi sampai sore, sedangkan Ibunya buta huruf. Satu-satunya harapan Mifta hanya saya sebagai guru. Saya harus datang ke rumah untuk mendampingi Ia belajar.

Dua minggu lalu keraguan saya mulai sirna. Mifta menunjukkan peningkatan kemampuan belajar. Ia telah bisa membaca buku cerita. Di hadapan saya, Mifta membacakan buku berjudul “Berapa Laba-Laba” dan “Anak Kuda Mencari Ibu”. Ia bahkan menjawab beberapa pertanyaan yang saya ajukan dari isi buku yang Ia baca. Kemajuan ini memberikan saya semangat baru. Saya semakin optimis, biarpun sarana belajar kami terbatas, tapi anak-anak kami mendapatkan manfaat dari program belajar dari rumah (BDR).

Saya mengajar di SDN 008 Binai. Sekolah ini berada di Desa Binai, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Butuh tiga jam perjalanan darat dari Tanjung Selor, Ibukota Bulungan agar bisa sampai ke Desa Binai. Desa ini dikelilingi perkebunan kelapa sawit. Jalan tanah, listrik kerap padam dan sulit mendapat sinyal internet, merupakan ciri khas lain Desa Binai.

Penduduk Desa Binai cukup beragam. Sekitar 35 persen penduduk desa ini suku Dayak. Orang Dayak sehari-hari bertani dan berburu. Sedangkan 55 persen penduduk desa lainnya adalah Suku Bugis. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai buruh perkebunan sawit. Saya sendiri berasal dua suku. Ayah saya Dayak, dan Ibu saya Jawa.

Mengajar di awal pandemi COVID-19 merupakan masa paling sulit bagi saya. Saya ingat sekali pada bulan Maret itu, sekolah harus ditutup untuk memutus penularan virus Corona. Pemberitahuan penutupan sekolah datang tiba-tiba. Saya hanya diberi waktu tiga hari mempersiapkan bahan ajar sebelum anak-anak mulai belajar dari rumah (BDR).

Terus terang saya bingung saat itu. Saya tidak punya gambaran seperti apa kegiatan BDR. Bingung cara melakukan pembelajaran dan bahan apa yang harus dipakai? Karena tidak mungkin saya hanya menggunakan metode penugasan semata. Memberi tugas dan menguji berbeda dengan mengajar. Saya benar-benar bingung saat itu. Saya berpikir keras mencari jalan keluar.

Kurikulum

Pada awal BDR saya masih berpikir menyelesaikan materi belajar sesuai buku kurikulum 2013 (K13). Namun lama-lama saya menyadari, sangat sulit untuk menuntaskan K13. Saya tidak bisa bertemu dengan siswa secara intens, itu kendala terbesar. Orangtua juga tidak bisa diandalkan sepenuhnya sebagai pembimbing di rumah. Masih banyak orangtua di desa Binai yang tingkat keterampilan literasinya rendah, bahkan buta huruf, sehingga mereka sulit membantu anak belajar di rumah.

Pada saat itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) belum mengeluarkan kurikulum khusus. Saya berusaha membuat penyederhanaan kompetensi dasar (KD) sendiri. Saya memilih berfokus kepada pengenalan huruf, kemampuan membaca, mengenal konsep bilangan, penjumlahan dan pengurangan sederhana.

Alasan memilih lima topik di atas, karena kebanyakan siswa saya masih dalam tahap belajar membaca lancar. Mereka membutuhkan bentuk latihan yang tepat untuk mengembangkan keterampilan membaca. Bentuk materi atau latihan seperti itu tidak terdapat pada buku K13, sehingga saya harus melakukan modifikasi.

Saya sangat gembira setelah Kemendikbud merilis kurikulum darurat di Agustus lalu. Saya menjadi lebih mudah memilih kompetensi dasar pra syarat dan esensial untuk diajarkan kepada siswa.

Lembar Aktivitas Siswa

Saya membuat LAS sejak Maret. Konten LAS ini saya modifikasi dari buku K13. Saya mengurangi beberapa bagian, sehingga lebih ringkas. Walau isinya sederhana, tapi saya merasa inilah cara terbaik yang bisa saya lakukan di masa sulit seperti sekarang.

Pada bulan April 2020, saya mulai mendapatkan berbagai pelatihan online. Pelatihan itu saya dapat dari program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI), Kemdikbud, dan organisasi lainnya. Pelatihan-pelatihan itu memberikan saya gambaran lebih baik untuk melaksanakan BDR.

Konten LAS yang saya buat terus berkembang seiring waktu. Saya mengintegrasikan materi pelatihan yang saya terima kedalam LAS. Saya mendesain aktivitas siswa untuk mengenal huruf dan angka melaui kegiatan membaca, menulis, dan menggambar. Kami juga membagikan buku cerita anak sebagai bahan bacaan anak di rumah. Saya berusaha membuat aktivitas anak belajar di rumah lebih menyenangkan. Seminggu sekali siswa datang ke sekolah untuk mengambil LAS dan buku cerita.

Sejak September lalu, LAS yang saya buat mulai merujuk kepada kurikulum darurat dan modul belajar yang dikembangkan Kemdikbud. Berbekal pelatihan fasilitator untuk pembelajaran di masa pandemi yang difasilitasi INOVASI, saya mulai memetakan kompetensi dasar yang menjadi rujukan. Seiring berkurangnya jumlah kompetensi dasar, maka saya bisa mengajarkan topik yang sama berulang-ulang untuk mempertajam kemampuan anak. Beberapa bagian penting dari modul pembelajaran kemdikbud juga saya adaptasi, seperti fokus kepada literasi dan numerasi, membuat data base orangtua siswa, membuat jadwal belajar harian siswa, memetakan kemampuan membaca anak, memetakan kemampuan orangtua dan lingkungan sosial untuk mendampingi anak belajar, membangun hubungan komunikasi dengan orangtua, menyediakan bacaan anak, dan evaluasi secara berkala.

Pemetaan Membaca

Memasuki tahun akademik baru 2020/2021, pemahaman saya mengenai BDR semakin membaik. Jika semester lalu saya masih berfokus kepada penuntasan K13, maka di awal tahun ajaran baru saya mengubah strategi. Saya memulai tahun ajaran baru dengan melakukan pemetaan kemampuan membaca. Saya menggunakan alat formative assessment untuk melakukan pemetaan ini.

Tahun ajaran baru kali ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pada era COVID-19 ini, kami menerima siswa kelas 1, tanpa ada kelas tatap muka. Anak-anak ini harus memulai pengalaman belajar formal dari rumah. Mereka tidak bisa bertemu guru dan teman-teman sebayanya. Belum lagi, banyak dari anak-anak ini belum bisa membaca. Tentu saja ini tantangan besar bagi anak, orangtua, dan guru sendiri.

Sebagai guru saya harus mencari cara mengatasi tantangan ini. Pemetaan membaca yang saya lakukan, memberikan jalan keluar. Melalui pemetaan ini saya tahu tingkat kemampuan masing-masing anak. Dari hasil itu saya bisa merancang LAS yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan mereka.

Penggunaan materi belajar sesuai kemampuan anak, sangat efektif meningkatkan kemampuan membaca siswa. Saya menemukan empat siswa saya, termasuk Mifta, mengalami perkembangan. Saat mereka masuk sekolah Juni lalu, kemampuan membaca mereka masih pada tahap pra membaca. Namun setelah tiba bulan mengikuti BDR, mereka sudah memasuki tahap membaca kata. Bahkan kini sudah masuk tahap membaca pemahaman. Ia sudah mulai berlatih menuliskan idea tau gagasannya sendiri.

Pendampingan Belajar

Hasil pemetaan membaca, tidak hanya saya pakai untuk membuat LAS. Hasil pemetaan ini juga menjadi dasar saya melakukan pendampingan belajar. Saya dan orangtua siswa sudah sepakat, sekali seminggu anak datang ke sekolah untuk mengambil LAS. Saya memandu orangtua dan anak menggunakan LAS. Sehingga saat di rumah, anak bisa menggunakan LAS dibawah bimbingan orangtuanya. Selain penggunaan LAS, orangtua juga kami minta membacakan cerita kepada anak. Cerita diambil dari buku anak yang kami bagikan seminggu sekali.

Selain pendampingan sekali seminggu di sekolah, kami juga melakukan pendampingan belajar tambahan di rumah. Pendampingan belajar ini kami tujukan bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar (slow leaner), dan orangtuanya kesulitan membimbing belajar. Durasi pendampingan tergantung kebutuhan anak. Misalnya tiga siswa saya, termasuk Mifta, kami bertemu bisa tiga sampai empat kali seminggu. Melalui pendampingan seperti ini, saya tidak hanya membantu anak lancar membaca, tetapi juga memantau perkembangan mereka.

Respon Orangtua

Saya melihat BDR ini tidak hanya mendidik anak-anak saja, tapi juga memberikan pelajaran kepada orangtua. Kesan ini saya dapatkan dari respon orangtua saat buku cerita kami bagikan. Dulu orangtua tidak menaruh perhatian besar kepada isi buku cerita. Mereka hanya menerima saja. Namun kini orangtua sudah mulai tahu jenis cerita yang disukai anaknya, bahkan mereka mengetahui level buku yang sesuai dengan kemampuan si anak.

Kesan ini saya dapat saya bertemu dengan orangtua Ismail. Saat itu Ismail dan ibunya, datang ke sekolah mengambil LAS. Pada kesempatan itu, kami memberikan waktu kepada mereka untuk memilih sendir buku yang akan dibaca seminggu kedepan. Ibu Ismail memilih buku berjudul Di Meja. Buku ini merupakan jenjang A terbitan YLAI.

Apa alasan Ibu memilih buku ini untuk Ismail?

“Oh ini bagus untuk Ismail, isinya kata-kata yang pendek,” terang Ibu Ismail.

Ini sangat luar biasa karena orang tua sudah mengerti buku yang sesuai dengan kebutuhan anaknya. Hal-hal seperti ini hampir tidak terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Namun karena seringnya bertemu dan berdiskusi soal bahan belajar anaknya, mereka secara alami menjadi tahu bahan yang cocok untuk anak mereka. Itu suatu hal yang sangat positif.

Pandemi COVID-19 memang masa yang sulit, termasuk di sektor pendidkan. Namun saya percaya masa-masa sulit ini bisa kita hadapi bersama. Kuncinya adalah strategi belajar yang sesuai dengan kemampuan anak, dan kolaborasi bersama orangtua.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *